Usut Tuntas Dugaan Korupsi Pembuatan SID Pelaut

Sekretaris Jenderal Kesatuan Pe­laut Indonesia, Ricky Salaka di Tanjung Priok, Jakarta Utara me­maparkan temuannya tentang adanya penyalahgunaan wewenang beberapa oknum di tubuh Ke­pengu­rusan Kesatuan Pelaut Indonesia yang beralamat di Jl. Cikini Raya No. 55 AA/BB Cikini Jakarta Pu­sat tentang pembuatan Seafarer Identity Document (SID).


Pembuatan atau penerbitan SID tersebut mewajibkan pelaut atau pengerah tenaga kerja/man­ning sebagai kartu identiatas pe­laut dibuat secara elektronik ter­sebut selain melengkapi bu­ku pelaut dan paspor adalah ha­sil konvensi ILO Nomor 185 ta­hun 1958, mengenai konvensi pe­rubahan dokumen identitas pelaut dan diadopsi menjadi UU RI No. 1 tahun 2008.

Mengingat ketatnya US Coast Guard (satuan penjaga pantai AS) dalam memeriksa dokumen pelaut saat memasuki wilayah AS, dimana pelaut yang tidak memiliki SID dilarang turun ke darat, begitu juga pelaut yang akan memasuki wilayah eropa tujuannya untuk pencegahan penyusupan terosis lewat laut khususnya.
Untuk biaya pembuatan dokumen tersebut, kata Rickky, seharusnya sesuai dengan PP No 6 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perhubungan hanya menetapkan sebesar Rp. 10,000. Namun pada kenyataannya untuk satu buah identitas yang bernama SID tersebut haru ditebus dengan harga cukup fantastis yakni US$.35 per orang/crew yang dibuat oleh KPI Cikini bersama-sama dengan oknum di kantor Dirjen Perhubungan Laut di Kementerian Departemen Perhubungan Laut pada periode2009 sampai 2014. Pada tahun 2009, jumlah pelaut per tahun diperkirakan sebanyak 18.000 pemohon SID.

Menurut Kasubdit Capt, Idra Priyatna dan perkirakan selama periode 5 tahun sudah berjumlah 90.000 pemohon dengan biaya US$.35 dengan kurs rata-rata 10.000,-/per dollar dan kalau dikalkulasikan menjadi sebesar 31.5 Milyar telah diterima melalui KPI Cikini yang seharusnya besar biaya sebenarnya sesuai PP pemerintah adalah sebesar Rpp. 10.000,- dikali 90.000 orang adalah Rp. 900.000.000,-

Untuk itu diharapkan para aparat penegak hukum segera mengungkap membengkaknya biaya tersebut.

Dalam temuan tersebut tim kecil yang dipimpin oleh Hasoloan Siregar sebagai Ketua Bidang organisasi bersama dengan seorang pengacara yakni Johny Kuntuk membawa permasalah ini ke ranah hukum, sehingga dugaan kasus korupsi tersebut. Juga hal tersebut telah dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja serta juga kepada Kabareskrim pada tanggal 12 Januari 2015 dengan tembusan Kedubes AS, Perwakilan ILO tanggal 13 Januari ke BNP2TKI tanggal 19 Januari.

Selanjutnya kisruh kepemimpinan di KPI terjadi dan pada Munas ke 7-8 tahun 209-2014 di Hotel Sheraton tidak sah dan cacad hukum karena kongres tidak sampai selesai dan tidak ada tanda tangan oleh pimpinan sidang John Kadiaman dengan sekretaris Tony Pangaribuan, beserta Daniel Rumambi dan Mathius Tambing dkk.

Pada AD/ART, organisasa kepemimpinan hanya berlaku dua periode tetapi yang terjadi kepengurusan KPI Cikini sudah menjabat selama 20 sampai 35 tahun.
Dengan melihat kondisi yang memprihantinkan tersebut sehinggak kami telah melaksanakan kongres di Gelanggang Jakarta Utara tanggal 17 sampai 18 Desember 2014 memutuskan KPI Tanjung Priok berubah menjadi KPI Pusat dengan ketua Capt.

Ferdinandus dan Sekjen Ricky Salaka. Mencabut SK 005-PP-KPI-Ke 7-2010 Tentanu Pengesaha Penukuhan Pegurus KPI Tanjung Priok dengan SK No.003/Kongres/VIII/XII/2014.
Jadi tidak mengakui dan menolak kepemimpinan KPI Cikini yang dipimpin oleh Hanafi Rustandi dan Mathius Tambing. Dan mengharapkan agan mengsatuskuokan KPI Cini maupun KPI Tanjung Priok versi munas GRJU mengingat ada du KPI sehingga organisasi menjadi rancu. Demikian Hasoloan Siregar dan Ketua KPI Tanjung Priok membenarkan kongres tersebut.Sy
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment