Bisnis batu akik memang tengah naik daun. Uang jutaan rupiah bisa didapat dari menjual batu alam tersebut.
Tak hanya pebisnis lokal, demam batu akik juga menarik perhatian warga negara asing untuk mencoba peruntungan di usaha penjualan batu alam ini. Adalah Themelis Imanuel (41), warga asing asal Yunani.
Ceritanya terjun di usaha tersebut hampir sama seperti sebagian pebisnis batu akik. Dari hobi dua tahun mengenal batu, Themelis mulai mencoba-coba menjadi penjual batu lima bulan belakangan.
Ia membuka usaha jual batu yang dinamainya Jawa Stone. Lokasinya, ada di seberang Jakarta Gems Center (JGC), Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur.
Usaha yang dirintisnya terbilang unik. Themelis mengaku, bukan batu yang laris di pasaran yang dijualnya, seperti batu-batu asal Aceh atau Kalimantan. Yang dia jual adalah batu asal Kebumen, Jawa Tengah.
Sambil bercanda, Themelis menyebut diri mungkin sebagai satu-satunya penjual batu asal Kebumen di Jakarta. Harga pasaran batu ini memang terjangkau alias murah.
"Saya cuma bantu teman. Dulu sering ke Kebumen punya teman orang sana. Di Kebumen orang ramai batu. Akhirnya saya coba bantu dengan membawa ke sini," kata Themelis, kepada Kompas.com, di JGC, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (16/3/2015).
Themelis mengungkapkan, tidak menjual batu yang sudah menjadi cincin, melainkan batu yang masih berbentuk bongkahan. Batu ini diambil dari gunung oleh temannya di Kebumen dan dikirim ke Jakarta.
Perbulan, Themelis dikirimi batu sebanyak satu ton. Modalnya Rp 7.000.000.
Sampai di Jakarta, batu yang dibawa dipotong seukuran bungkus rokok atau seberat 200 gram. Di Jakarta, Themelis menyewa lapak di seberang JGC untuk menjual batu.
Tiap bongkahan batu seukuran bungkus rokok itu dijualnya Rp 20.000. Bahan ini yang banyak diburu oleh para penjual batu akik kecil. Pelanggan Themelis memang mereka-mereka itu. "Ada juga yang hobi," ujar Themelis.
Lapak usahanya bukan toko, melainkan berbentuk tenda payung dan meja saja. Di atas meja, ada beberapa kotak plastik berukuran sekitar 30x30 cm. Kotak ini berisi puluhan bongkahan bahan batu tadi.
Jenis batu yang dijualnya beragam. Ada yang disebutnya berjenis bulu monyet, besi merah, besi hijau, panca warna, dan batu lainnya asal Kebumen.
Meski lapaknya terlihat sederhana, usaha Themelis sudah membawa untung. Perbulan, pendapatannya mencapai Rp 15.000.000. "Enggak ada standar (tidak menentu), rata-rata segitu perbulan. Buat makan doang, sama kasih duit buat orang kerja. Sama beli batu di sana sama orang," ujar Themelis, tertawa.
Themelis mengaku, usaha ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Datang ke Indonesia, dia awalnya merupakan seorang wisatawan. Tujuannya adalah liburan ke Bali.
Namun, setelah berpacaran dengan perempuan asal Ambon, Maluku, ia memilih menetap di Indonesia. Bersama pacar, Themelis sempat membuka cafe menjual roti dan spaghetti di Pamulang, Tangerang Selatan.
Namun, usahanya itu kemudian tutup. Saat ini, hanya batu yang menjadi penghasilan baginya. "Sekarang fokus di batu," ujar pria yang telah menetap selama delapan tahun di Indonesia ini.
Themelis mengaku hendak memperbesar usahanya saat ini. Ia sempat mengirim batu sebanyak 50 buah ke Yunani. Namun, di sana rupanya tidak laku. "Orang di Eropa lebih suka batu mulia. Mereka senang berlian, Ruby. Bukan batu alam," ujar Themelis.
Tak hanya pebisnis lokal, demam batu akik juga menarik perhatian warga negara asing untuk mencoba peruntungan di usaha penjualan batu alam ini. Adalah Themelis Imanuel (41), warga asing asal Yunani.
Ceritanya terjun di usaha tersebut hampir sama seperti sebagian pebisnis batu akik. Dari hobi dua tahun mengenal batu, Themelis mulai mencoba-coba menjadi penjual batu lima bulan belakangan.
Ia membuka usaha jual batu yang dinamainya Jawa Stone. Lokasinya, ada di seberang Jakarta Gems Center (JGC), Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur.
Usaha yang dirintisnya terbilang unik. Themelis mengaku, bukan batu yang laris di pasaran yang dijualnya, seperti batu-batu asal Aceh atau Kalimantan. Yang dia jual adalah batu asal Kebumen, Jawa Tengah.
Sambil bercanda, Themelis menyebut diri mungkin sebagai satu-satunya penjual batu asal Kebumen di Jakarta. Harga pasaran batu ini memang terjangkau alias murah.
"Saya cuma bantu teman. Dulu sering ke Kebumen punya teman orang sana. Di Kebumen orang ramai batu. Akhirnya saya coba bantu dengan membawa ke sini," kata Themelis, kepada Kompas.com, di JGC, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (16/3/2015).
Themelis mengungkapkan, tidak menjual batu yang sudah menjadi cincin, melainkan batu yang masih berbentuk bongkahan. Batu ini diambil dari gunung oleh temannya di Kebumen dan dikirim ke Jakarta.
Perbulan, Themelis dikirimi batu sebanyak satu ton. Modalnya Rp 7.000.000.
Sampai di Jakarta, batu yang dibawa dipotong seukuran bungkus rokok atau seberat 200 gram. Di Jakarta, Themelis menyewa lapak di seberang JGC untuk menjual batu.
Tiap bongkahan batu seukuran bungkus rokok itu dijualnya Rp 20.000. Bahan ini yang banyak diburu oleh para penjual batu akik kecil. Pelanggan Themelis memang mereka-mereka itu. "Ada juga yang hobi," ujar Themelis.
Lapak usahanya bukan toko, melainkan berbentuk tenda payung dan meja saja. Di atas meja, ada beberapa kotak plastik berukuran sekitar 30x30 cm. Kotak ini berisi puluhan bongkahan bahan batu tadi.
Jenis batu yang dijualnya beragam. Ada yang disebutnya berjenis bulu monyet, besi merah, besi hijau, panca warna, dan batu lainnya asal Kebumen.
Meski lapaknya terlihat sederhana, usaha Themelis sudah membawa untung. Perbulan, pendapatannya mencapai Rp 15.000.000. "Enggak ada standar (tidak menentu), rata-rata segitu perbulan. Buat makan doang, sama kasih duit buat orang kerja. Sama beli batu di sana sama orang," ujar Themelis, tertawa.
Themelis mengaku, usaha ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Datang ke Indonesia, dia awalnya merupakan seorang wisatawan. Tujuannya adalah liburan ke Bali.
Namun, setelah berpacaran dengan perempuan asal Ambon, Maluku, ia memilih menetap di Indonesia. Bersama pacar, Themelis sempat membuka cafe menjual roti dan spaghetti di Pamulang, Tangerang Selatan.
Namun, usahanya itu kemudian tutup. Saat ini, hanya batu yang menjadi penghasilan baginya. "Sekarang fokus di batu," ujar pria yang telah menetap selama delapan tahun di Indonesia ini.
Themelis mengaku hendak memperbesar usahanya saat ini. Ia sempat mengirim batu sebanyak 50 buah ke Yunani. Namun, di sana rupanya tidak laku. "Orang di Eropa lebih suka batu mulia. Mereka senang berlian, Ruby. Bukan batu alam," ujar Themelis.