Meskipun posturnya orang Eropa, tapi dia adalah seorang ahli Tafsir, Hadits,tb Aqidah, Hukum Islam, Bahasa Arab, Tarbiyyah, dan Metodelogi Dakwah. Dia belajar Islam di Hadramaut, Yaman. Simak kisahnya berikut ini.
Wajahnya dan postur tingginya benar-benar bule Eropa, seorang blonde. Tetapi dengan janggutnya yang dipanjangkan, mengenakan serban, berselendang, dan berbaju gamis, caranya berpakaian lebih mirip dengan ulama-ulama Islam keturunan Arab. Dia bernama Syeikh Mus’ab Penfound. Tetapi jangan salah, saat ini dia telah memiliki ijazah dan diperkenankan untuk mengajar Tafsir, Hadits, Aqidah, Hukum Islam, Bahasa Arab, Tarbiyyah, dan Metodelogi Dakwah.[1]
Syeikh Mus’ab Luke Martin Penfound, atau secara singkat biasa disapa Syeikh Mus’ab saja, adalah seorang pria kelahiran Manchester, Inggris, yang memutuskan untuk masuk Islam di usia remaja. Setelah dua tahun dalam masa pencarian, dia memutuskan untuk masuk Islam pada usia 18 tahun. Saat ini, Syeikh Musab tinggal di Hadramaut, Yaman, di mana dia masih melanjutkan studinya di bawah bimbingan gurunya, Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz, ulama besar asal Yaman yang nasabnya masih bersambung ke Nabi Muhammad SAW.[2]
Tentang kisah perjalanannya dalam memeluk Islam, Syeikh Mus’ab bercerita, “Saya dibesarkan di lingkungan sekuler di Manchester (Inggris) dengan latar belakang pendidikan yang cukup baik. Secara khusus, tidak ada yang aneh-aneh tentang bagaimana saya dibesarkan. Saya memiliki kecintaan yang besar terhadap musik. Kakekku memiliki kecintaan yang besar terhadap bahasa…. Saya pikir saya tidak pernah secara giat untuk melakukan “pencarian” (spiritual) terhadap apapun.”[3]
Sampai akhirnya suatu saat dia melihat langsung orang-orang Muslim yang hendak studi di salah satu universitas di Manchester dan melihat segala tingkah laku mereka. Tertarik dengan tingkah laku (akhlak) mereka, Luke Martin Penfound (Syeikh Mus’ab muda) kemudian mulai berinteraksi dengan mereka, dan melalui merekalah awalnya dia mulai mengenal Islam. Penfound merasa kagum melihat mereka yang sungguh-sungguh belajar dan berdakwah dengan akhlak mulia. “Saya melihat senyuman mereka. Maksud saya, terkadang kita terlalu melihat hal-hal besar, tapi hal kecil ini sesungguhnya yang merupakan sumber inspirasi.”
Setelah selama dua tahun mempelajari Islam, akhirnya dia menyimpulkan bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak yang mulia. Hal itulah yang membuka pintu hidayah sehingga dia memeluk Islam. Dan bukan hanya itu, beberapa bulan kemudian dia pun berhasil mengajak orang tuanya untuk ikut memeluk Islam.[4]
Setelah masuk Islam, pada tahun 2005 dia memutuskan untuk kuliah mengambil jurusan bahasa Arab dan Sejarah di University of Manchester. Dia juga berkelana jauh sampai ke Mesir dan Arabia Selatan untuk mempelajari dunia Islam.[5] Mengenai bahasa Arab, dia menganggap bahwa itu adalah sarana untuk dapat mempelajari dan melaksanakan Islam secara lebih dalam.[6]
“Saat seseorang menjadi Muslim, walaupun perjalanan tidak berakhir sampai di sana, bahwa pengalaman pertama ketika Anda masuk ke dalam ajaran Islam rasanya sungguh luar biasa. Dan bahasa Arab adalah sarana suci untuk melestarikan dan kunci dalam berbagai aspek untuk mengungkapkan keindahan nafas dari tradisi kami (Islam)…. Bagi saya ini penting, saya harus melakukan ini (belajar bahasa Arab),” ujar Syeikh Mus’ab.[7]
Hadramaut, Yaman
Pada awal-awal perjalanannya dalam memeluk Islam, dalam rangka untuk memahami lebih jauh, pikiran Penfound selalu bergulat dalam pencarian antara mana ajaran Islam yang autentik dan mana yang bukan. Dengan perjumpaannya dengan banyak orang dan di banyak tempat, Penfound dapat menemukan keindahan Islam, tapi baginya itu belum cukup, dia mencari sebuah tempat di mana orang-orang masih melaksanakan ajaran Islam yang autentik.[8]
Sampai akhirnya dia tahu tentang Yaman. “Yaman adalah pondasi besar dari bentuk klasik, suci, tradisional dari pendidikan (Islam). (Yaman) telah benar-benar menarik saya (untuk mendatanginya),” kata Syeikh Mus’ab bercerita. Baginya Yaman adalah sebuah tempat di mana tradisi suci dan autentik yang seluruhnya berasal dari Nabi Muhammad SAW tidak terputus dan sahih. Bagi dirinya yang dibesarkan di lingkungan dengan cara pandang sekuler, atau bahkan dalam tahap tertentu ateis, Yaman adalah tempat untuk dapat menghidupkan sisi spritual seseorang, karena menurutnya di sanalah seseorang dapat belajar Islam secara autentik.[9]
Konsep antara murid dan guru di Yaman, menurut Syeikh Mus’ab jauh berbeda dengan konsep modern di dunia Barat. Di Yaman, ikatan antara guru dan murid menurutnya sudah seperti hubungan ayah dalam mendidik anaknya. “Ini bukanlah tentang sebagaimana baik mereka (murid) dapat menghadapi tes, dan memastikan mereka mampu berpikir analitis…. Tapi ini tentang bagaimana kemajuan sikap dan perilaku dari seseorang (akhlak). Dan menurut saya (Yaman) benar-benar telah menjalankan pendidikan klasik (Islam).”[10]
Wajahnya dan postur tingginya benar-benar bule Eropa, seorang blonde. Tetapi dengan janggutnya yang dipanjangkan, mengenakan serban, berselendang, dan berbaju gamis, caranya berpakaian lebih mirip dengan ulama-ulama Islam keturunan Arab. Dia bernama Syeikh Mus’ab Penfound. Tetapi jangan salah, saat ini dia telah memiliki ijazah dan diperkenankan untuk mengajar Tafsir, Hadits, Aqidah, Hukum Islam, Bahasa Arab, Tarbiyyah, dan Metodelogi Dakwah.[1]
Syeikh Mus’ab Luke Martin Penfound, atau secara singkat biasa disapa Syeikh Mus’ab saja, adalah seorang pria kelahiran Manchester, Inggris, yang memutuskan untuk masuk Islam di usia remaja. Setelah dua tahun dalam masa pencarian, dia memutuskan untuk masuk Islam pada usia 18 tahun. Saat ini, Syeikh Musab tinggal di Hadramaut, Yaman, di mana dia masih melanjutkan studinya di bawah bimbingan gurunya, Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz, ulama besar asal Yaman yang nasabnya masih bersambung ke Nabi Muhammad SAW.[2]
Tentang kisah perjalanannya dalam memeluk Islam, Syeikh Mus’ab bercerita, “Saya dibesarkan di lingkungan sekuler di Manchester (Inggris) dengan latar belakang pendidikan yang cukup baik. Secara khusus, tidak ada yang aneh-aneh tentang bagaimana saya dibesarkan. Saya memiliki kecintaan yang besar terhadap musik. Kakekku memiliki kecintaan yang besar terhadap bahasa…. Saya pikir saya tidak pernah secara giat untuk melakukan “pencarian” (spiritual) terhadap apapun.”[3]
Sampai akhirnya suatu saat dia melihat langsung orang-orang Muslim yang hendak studi di salah satu universitas di Manchester dan melihat segala tingkah laku mereka. Tertarik dengan tingkah laku (akhlak) mereka, Luke Martin Penfound (Syeikh Mus’ab muda) kemudian mulai berinteraksi dengan mereka, dan melalui merekalah awalnya dia mulai mengenal Islam. Penfound merasa kagum melihat mereka yang sungguh-sungguh belajar dan berdakwah dengan akhlak mulia. “Saya melihat senyuman mereka. Maksud saya, terkadang kita terlalu melihat hal-hal besar, tapi hal kecil ini sesungguhnya yang merupakan sumber inspirasi.”
Setelah selama dua tahun mempelajari Islam, akhirnya dia menyimpulkan bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak yang mulia. Hal itulah yang membuka pintu hidayah sehingga dia memeluk Islam. Dan bukan hanya itu, beberapa bulan kemudian dia pun berhasil mengajak orang tuanya untuk ikut memeluk Islam.[4]
Setelah masuk Islam, pada tahun 2005 dia memutuskan untuk kuliah mengambil jurusan bahasa Arab dan Sejarah di University of Manchester. Dia juga berkelana jauh sampai ke Mesir dan Arabia Selatan untuk mempelajari dunia Islam.[5] Mengenai bahasa Arab, dia menganggap bahwa itu adalah sarana untuk dapat mempelajari dan melaksanakan Islam secara lebih dalam.[6]
“Saat seseorang menjadi Muslim, walaupun perjalanan tidak berakhir sampai di sana, bahwa pengalaman pertama ketika Anda masuk ke dalam ajaran Islam rasanya sungguh luar biasa. Dan bahasa Arab adalah sarana suci untuk melestarikan dan kunci dalam berbagai aspek untuk mengungkapkan keindahan nafas dari tradisi kami (Islam)…. Bagi saya ini penting, saya harus melakukan ini (belajar bahasa Arab),” ujar Syeikh Mus’ab.[7]
Hadramaut, Yaman
Pada awal-awal perjalanannya dalam memeluk Islam, dalam rangka untuk memahami lebih jauh, pikiran Penfound selalu bergulat dalam pencarian antara mana ajaran Islam yang autentik dan mana yang bukan. Dengan perjumpaannya dengan banyak orang dan di banyak tempat, Penfound dapat menemukan keindahan Islam, tapi baginya itu belum cukup, dia mencari sebuah tempat di mana orang-orang masih melaksanakan ajaran Islam yang autentik.[8]
Sampai akhirnya dia tahu tentang Yaman. “Yaman adalah pondasi besar dari bentuk klasik, suci, tradisional dari pendidikan (Islam). (Yaman) telah benar-benar menarik saya (untuk mendatanginya),” kata Syeikh Mus’ab bercerita. Baginya Yaman adalah sebuah tempat di mana tradisi suci dan autentik yang seluruhnya berasal dari Nabi Muhammad SAW tidak terputus dan sahih. Bagi dirinya yang dibesarkan di lingkungan dengan cara pandang sekuler, atau bahkan dalam tahap tertentu ateis, Yaman adalah tempat untuk dapat menghidupkan sisi spritual seseorang, karena menurutnya di sanalah seseorang dapat belajar Islam secara autentik.[9]
Konsep antara murid dan guru di Yaman, menurut Syeikh Mus’ab jauh berbeda dengan konsep modern di dunia Barat. Di Yaman, ikatan antara guru dan murid menurutnya sudah seperti hubungan ayah dalam mendidik anaknya. “Ini bukanlah tentang sebagaimana baik mereka (murid) dapat menghadapi tes, dan memastikan mereka mampu berpikir analitis…. Tapi ini tentang bagaimana kemajuan sikap dan perilaku dari seseorang (akhlak). Dan menurut saya (Yaman) benar-benar telah menjalankan pendidikan klasik (Islam).”[10]