Umur seseorang memang tidak bisa dijadikan patokan tentang kedewasaan yang dia miliki. Pola pikir orang tersebut dibentuk oleh hal-hal yang telah dilewati di dalam kehidupnya. Jadi mungkin saja seorang yang berumur 20 tahun pola pikir dan cara dia memandang suatu masalah lebih baik dibandingkan seseorang yang umurnya 30 tahun.
Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan. – Unknown
Masih ingat dengan iklan itu? Aku percaya hal sangat benar. Orang disekitarmu pasti memiliki tingkat kedewasaan yang berbeda. Hal ini terlihat dalam dia berbicara, cara bergaul, cara menyikapi masalah, cara bercanda, cara apa lagi? Banyak, deh.
Aku tidak ingin membahas tentang kedewasaan seseorang. Yang aku ingin bicarakan pada posting kali ini adalah pola pikir pekerja hotel di Indonesia. Apa? Yaitu loyalitas dalam bekerja alias bekerja melebihi jam kerja dengan tidak dibayar alias sukarela atau lebih tepatnya terpaksa.
Harus diketahui adalah para pekerja hotel Indonesia hampir semuanya tidak mengenal dengan kata lembur yang dibayar. Kami lebih dituntut dengan label “loyalitas” yang memaksa kami. Dan kadang karena sudah seperti hal yang “biasa” jadi untuk complaint pun kami tidak bisa. Hal ini tentunya hanya menguntungkan perusahaan dan merugikan kami sebagai pekerja.
Memang sangat dilema sekali. Satu sisi kami membutuhkan pekerjaan itu, tetapi satu sisi juga kami merasa ada yang salah dengan aturan jam kerja. Dan aku sendiri selama bekerja di Indonesia, di negeri sendiri, sepertinya untuk mendobrak agar kata “loyalitas” yang condong kepada penambahan jam kerja dengan sukarela agar dihapus dari dunia perhotelan pasti sangat sulit sekali.
Walaupun property kami adalah hotel chain internasional, tetap saja, lembur dengan gratis itu masih aja ada. Karena memang yang salah adalah kita sendiri, orang Indonesia. Yang lebih salah adalah atasan kita yang tidak mau memperjuangankan hak-hak kita. Upah lembur.
Padahal di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans no.102/MEN/VI/2004 mengenai Waktu dan Upah Kerja Lembur sudah dijelasakan. Namun praktek ini terus saja terjadi dan terus dimanfaatkan oleh para pengendali perusahaan tersebut.
Harus ada yang mendobrak. Ini tidak boleh terus terjadi di Indonesia. Aku sebagai seorang Hotelier Indonesia tentunya sudah sangat gatal dengan prilaku penjajah ini. Biasanya kami hanya mangut-mangut saja ketika disuruh untuk ekstend beberapa jam. Kali ini harus bilang “NO!”
Selama aku bekerja di luar negeri, upah lembur itu sangat diperhatikan, meskipun lembur hanya satu jam. Tapi tetap saja perusahaan membayarnya. Bila memang perusahaan tidak mau membayar uang lembur, aku dan kawan-kawanku disini lebih baik pulang. Khaliwalidengan pekerjaan. Masa bodo.
Aku sangat paham sekali dengan lembur yang terpaksa ini sering terjadi biasanya karena ada event-event yang membutuhkan main power dengan jumlah yang tidak sedikit. Tetapi hal itu tidak bisa dijadikan alasan. Berarti atasan kita yang tidak becus mengelola jadwal atau tidak becus meminta tambahan staff.
Aku menulis ini karena barusan melihat berita tentang demo para supir pertamina yang uang lemburnya tidak dibayar dari tahun 2006. Aku merasa kasihan dengan mereka. Kewajiban mereka sudah diberikan tetapi mereka masih belum menerima hak mereka.
Ayolah! Work smart! Bila memang tidak sanggup agar bawahannya tidak lembur, maka stop deh jadi atasan. Tugas anda menjadi seorang manager memang memastikan semuanya under control, tetapi anda juga memiliki kewajiban agar bawahan anda tidak terdzolimi. Silahkan membuat bawahan anda lembur, namun harus dibayar.
Aku berharap ada gerakan agar setiap lembur di hotel-hotel Indonesia dibayar. Ketentuannya sudah ada di dalam undang-undang. Tinggal menjalankannya, kan? (*)